Pukul
07.10
“Sheila bangun!” Suara Mamaku yang
super keras terdengar dari arah dapur. Kenapa Mama selalu membangunkan aku di saat
aku sedang bermimpi indah? Entahlah, Mamaku memang tipe orang yang suka
mengganggu kesenangan orang lain. Meski begitu, Mamaku adalah Mama yang paling
baik di dunia. Kurasa semua anak di dunia pun menganggap Mama mereka adalah Mama
yang terbaik.
“Sheila ayo bangun, nanti kamu
terlambat, Sayang!” Teriak mamaku lagi.
“Iya
Ma, Sheila bangun”, dengan berat hati aku harus bangun dari mimpi indahku tadi.
Hari
ini adalah hari pertamaku sebagai siswa SMA baru di SMA Pelita Bangsa. Ini
bukanlah tahun pertamaku sebagai siswa SMA, tepatnya ini adalah tahun keduaku.
Karena setahun lalu, aku bersekolah di SMAN 333 Bandung. Aku terpaksa pindah
sekolah ke SMA Pelita Bangsa Jakarta Utara karena Mama yang bosan tinggal
Bandung. Tapi, menurutku itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Sebenarnya, Mama
ingin melupakan masa lalu yang pahit setelah perceraian Mama dan Papa setahun
yang lalu. Ya, keluargaku adalah keluarga Broken
Home. Papa dan Mama memutuskan bercerai karena alasan sudah tidak ada
kecocokan lagi. Aku tidak mengerti pemikiran mereka. Apa yang dimaksud ketidakcocokan?
Padahal mereka telah hidup bersama selama 20 tahun. Aku dan adikku memilih
tinggal bersama Mama.
“Ila, ayo sarapan!” Teriak Mamaku
yang ke sekian kalinya.
“Iya
Ma, sebentar lagi,” kataku.
Ila
adalah nama panggilanku di rumah. Biasanya, sahabatku dulu juga memanggilku
Ila. Tapi, kini tidak akan ada lagi sahabatku yang memanggilku seperti itu
lagi. Mereka dan aku telah jauh. Meski begitu, aku dan sahabatku masih sering
berhubungan melalui telepon, twitter, facebook, dan email. Kami pun sering
melakukan video call bersama jika ada waktu luang.
Aku berjalan menuju ruang makan
dengan lesu.
“Kamu
kenapa, Ila? Kok, gak semangat begitu?” Tanya Mama.
“Ma,
Mama kan tau kalo Ila agak susah beradaptasi dengan lingkungan baru,”. Kataku.
“Iya
Mama tau, kamu harus belajar dong sayang beradaptasi di sekolah barumu, Mama
yakin kamu pasti bisa!” Kata Mama meyakinkanku.
“Gak semudah itu, Ma!” Batinku.
Aku
pun berangkat ke sekolah baruku diantar Mama dan Adik laki-lakiku satu-satunya.
Ya,
iyalah satu-satunya. Aku kan hanya 2 bersaudara.
“Semangat
ya, Sayang! Mama mau antar Miko pergi ke TK barunya” Mama menyemangatiku.
Tibalah saatnya, Aku memasuki kelas
baruku di kelas XI IPA 3 dengan ditemani walikelas baruku dengan rasa gugup.
“Anak-anak
hari ini kita kedatangan teman baru” kata Bu Lina sebagai walikelas XI IPA 3.
Aku
pun berjalan masuk ke dalam kelas.
“Ayo, sekarang perkenalkan dirimu, Nak!”
Perintah Bu Lina padaku. Aku pun mengangguk dan memulai perkenalan.
“Hai
semuanya, namaku Sheila Andaresta. Saya pindahan dari SMAN 333 Bandung. Semoga
kita bisa berteman baik.” Perkenalanku kepada teman-teman sambil gemetaran.
“Nah,
Sheila kamu duduk di sebelah sana, ya!” Kata Bu Lina sambil menunjuk bangku
yang kosong di sebelah siswa cantik dengan rambut terurai panjang dan lurus.
Karena tidak tahu harus bersikap bagaimana, aku hanya terdiam.
“Baiklah
anak-anak kita lanjutkan pelajaran kita sebelumnya.” Kata Bu Lina memulai
pelajaran.
Dua jam
pelajaran berlalu,
Bel pun berbunyi tanda istirahat.
Seseorang memanggil namaku dan mengajak berkenalan.
“Hai
Sheila, namaku Dinda.” Katanya. Ternyata, dia teman di sebelah bangkuku yang
tadi kulihat dengan rambut terurai panjang.
“Iya,
aku Sheila. Makasih ya, udah ngajak kenalan.” Sahutku.
“Iya,
sama-sama. Kita ke kantin yuk, bakso di kantin sekolah enak banget.”
“Iya,
ayo!” Jawabku malu-malu. Dinda adalah teman pertamaku di sekolah baruku.
Dinda
pun mengajak aku berkenalan dengan teman-temannya. Aku sangat berterima kasih
pada Dinda karena telah baik padaku.
“Makasih
ya Din, udah ngenalin aku sama teman-teman kamu. Seenggaknya, aku udah gak
secanggung tadi pagi.” Kataku berterima kasih.
Saatnya pulang sekolah. Mama telah
menungguku di luar gerbang sekolah. Aku pun masuk ke dalam mobil.”
“Gimana
hari pertamamu, Sayang?” Tanya Mama penuh rasa ingin tahu.
“Ya
gitu deh, Ma. Ila udah dapat teman baru. Namanya Dinda. Dinda ngenalin aku ke
teman-temanya dia.” Jawabku.
“Wah bagus dong, Sayang! Kamu udah ada
kemajuan ya soal mencari teman.” Ejek Mamaku.
“Ih
Mama emangnya aku kaku banget ya, Ma?” Tanyaku.
“Iya,
kamu itu kaku banget Ila. Tapi, itu dulu. Sepertinya sekarang kamu udah lebih
fleksibel.” Kata Mama.
Keesokan harinya, aku dan Dinda
bermain bersama, mengobrol, dan makan di kantin saat istirahat. Dengan
berjalannya waktupun, aku dan Dinda menjadi semakin dekat. Bahkan, Dinda pun
mau mengajakku main ke rumahnya. Aku dan Dinda pun menjadi sahabat sekarang. Bukan
berarti, aku melupakan sahabat-sahabatku di Bandung. Kami masih tetap
berhubungan satu sama lain.
Note : Maklum masih penulis pemula
Tidak ada komentar:
Posting Komentar