Pagi ini, aku bangun gak seperti hari biasanya.
Mataku terbuka tanpa aku mendengar suara alarm handphoneku yang sebelumnya tak
pernah nihil untuk membangunkanku tiap pagi dan kulihat handphone mungilku
masih tergeletak di samping bantal. Namun kupikir itu gak jadi masalah, soalnya
aku masih bisa bangun tepat waktu. Cepat-cepat kusingkapkan selimutku dan
segera melipatnya dengan rapi dan akupun segera beranjak ke kamar mandi.
Selesai mandi, aku segera mengenakan seragam putih abu-abu’ku dan setelah itu
aku beranjak ke rak sepatu dan segera memakai sepatu hitam bertali lengkap
dengan kaos kaki putih.
Setelah persiapanku selesai, akupun keluar dari kamar. Kuturuni anak-anak
tangga yang menghubungkan lantai atas dengan lantai bawah. “Aneh!!!”, pikirku
dalam hati. Mulai kapan suasana rumahku jadi sunyi seperti saat ini???
“maaa….”, panggilku memecah kesunyian rumahku. Namun tak ada jawaban sama sekali. “Mungkin mama sedang
pergi ke pasar.”, gumamku. Kucoba untuk memanggil papaku,mungkin papa belum
berangkat ke kantor pikirku.
“paaa…papa…”,tak ada
jawaban yang kudengar. “Apakah semuanya sedang tidak ada di rumah?”,gumamku
lagi.
Lalu aku pun duduk di kursi meja makan dan kulihat tak ada satupun lembaran
roti tawar dan selai coklat kesukaanku terletak di meja makan, tak seperti
hari-hari biasanya. “ Apa mama terlalu sibuk hari ini sampe ‘ nggak nyiapin
sarapan buat aku?”, gumamku yang masih heran dengan keadaan pagi ini. Namun
sulit juga dipertanyakan, karena tak ada seorangpun yang bisa kucerca dengan
berbagai pertanyaan dariku. Segera kuambil tas dan map plastik bergambar micky mouse yang sudah
kusiapkan dan kuletakkan di atas ranjangku. Kemudian aku siap untuk berangkat
sekolah seperti biasanya, meski tanpa aku berpamitan kepada papa dan mama.
Segera aku menuju ke garasi dan kilihat mobil jazz putihku tak ada di tempat.
Aku pun jadi bingung. “Kemana mobilku? Apa dipinjem papa? Tapi kok gak bilang
ya?”, batinku dalam hati.Aaah, ya udah’lah, naek angkot juga bisa..
***
“Sopir angkot tu pada buta kali ya? Ada penumpang kok malah ngeloyor aja!! Udah
panas-panas gini.”, gerutuku sambil mengusap keringat yang mulai membasahi
keningku. ( Maklum gak pernah naek angkot,jeeng..!! hahaha..:-D). Namun tak
berapa lama datang
Tante Rina, tetanggaku, dan kusapa beliau, “ Tante”, sambil kubuka bibirku
untuk menampilkan senyum manisku (Gula aja kalah manis...:-D). Namun tak
kusangka, Tante Rina yang biasanya ramah sama aku, justru berbalik 180°. Tak
ada jawaban satu kata pun darinya, senyum pun tak ada. Justru ia sibuk dengan
handphonenya. Sepertinya handphonenya masih baru, mungkin karena itu Tante Rina
jadi super cuek sama aku. Tapi ya sudahlah, kumaklumi. Dan aku konsentrasi lagi
untuk menyegat angkot dan mulai melambai-lambaikan tanganku dengan gemulai.
Setelah tiga angkot yang lewat tanpa mempedulikanku, akupun mulai menyerah.
“Sulit banget sih nyegat angkot?!?!..”, gumamku dengan dongkol sambil mengusap
dahi yang sudah berkeringat sebesar jagung. Kemudian kulihat Tante Rina
melambaikan tangan untuk menyegat angkot dan angkot pun berhenti. Sesaat
kupikir, “kenapa ya? Apa sopir-sopir angkot ne pilih-pilih kalo cari penumpang?
Giliran Tante Rina aja yang nyegat,langsung berenti. Boro-boro aku, malah gak
ada yang mau berenti”. Tapi ya sudahlah, kalu begini aku juga dapet untungnya.
Akupun naik ke dalam angkot yang berwana biru itu. Aku sengaja duduk di sisi
dekat pintu, karena aku suka mabok darat kalau naik angkot. Hehehe. Kulihat
Tante Rina duduk di sisi pojok angkot dengan masih asyik sama handphone barunya
dan sekali-sekali juga telepon. Jadinya kutahan mulut ini untuk menyapanya
hingga mengganggu aktivitasnya dengan handphone baru tersebut. Hingga akhirnya
sampailah di depan sekolahku dan akupun turun.
Kelas sepi banget, hampir semua teman-teman satu kelas tidak masuk dan yang ada
hanya Sella, Risa, Dian, dan Oza serta aku yang duduk sendiri di baris ketiga
dari depan dan berjarak agak jauh dari yang lainnya. Sengaja aku duduk
berjauhan dari mereka, soalnya aku memang gak terlalu suka dengan mereka yang
sok kaya dan hobbynya yang cuma shopping..shopping…dan shopping.. Tapi ya udah deh, biarin
aja... Bel awal pelajaran pun berbunyi dan kulihat dari jendela terlihat Pak
Danu menuju ke kelas. Dan sesampainya di kelas..
“ Assalamualaikum, anak- anak. Pagi ini suasana kelas sangat sepi ya. Mungkin
lagi berduka semua akan kepergian teman kalian.”, sapa Pak Danu sambil
meletakkan map serta buku-buku yang dibawanya ke atas meja.
“ Berduka karna siapa, Pak?”, tanyaku penasaran. Namun tak ada jawaban. Pak
Danu justru mengajak berdoa untuk mengawali pelajaran.
“ Sialan!! Kok gak ada yang bilang sih kalo sekarang ini ada mbolos
massal?!?!?”, celotehku kesal sambil menyalin tulisan Pak Danu di papan tulis.
Di lain sisi, akupun juga memperhatikan Sella yang tak tahu kenapa hari ini
terlihat murung ataupun sedih, begitupun dengan tiga sahabatnya. Akupun
bertanya-tanya dalam hati, “kenapa tu anak-anak shopaholic mukanya pada sedih
gitu ya?”, lalu “ mau nanya, males aahhh..biarin deh, emang aku pikirin.” .
Kembali aku konsen untuk menulis catatanku lagi.
***
Pulang sekolah akupun berniat untuk mampir ke rumah Rizal, pacarku yang sudah
mendampingi aku kurang lebih 3 tahun. Usianya memang cukup tua dibandingkan
aku, kita terpaut usia 6 tahun. Namun bagiku itu tak jadi masalah, yang
terpenting adalah ketulusan cintanya ke aku dan papa serta mama pun mendukung
hubungan kami. Justru papa dan mama menyarankan agar Rizal segera menikahiku saat
usiaku sudah 21 tahun, kira-kira masih 3 tahun lagi. Alasan yang sering
dikemukakan adalah takut Rizalnya jadi tambah tua.Hahahaha…:-D
Akupun naik angkot lagi menuju rumah Rizal. Rasanya panas banget di dalam
angkot meskipun hanya aku saja penumpang yang tertinggal satu-satunya di dalam
angkot. Segera kuambil satu buah buku tulis yang lumayan tipis dan mulai
kukipas-kipaskan ke wajahku untuk mengatasi suhu panas yang ada di dalam angkot
ini. “ Gara-gara mobilku pake ng’ilang segala sih, jadi panas-panasan gini
deh”, omelku.
Di perjalanan, ada satu hal yang menarik perhatianku. Setelah angkot yang
kutumpangi melewati kantor polisi yang tidak jauh dari rumah Rizal, terlihat
ada mobil yang
kondisinya rusak banget plus peyok, “kayak’nya mobil ini baru kecelakaan deh,
parah banget tuh sampai rusak berat gitu”, pikirku. Namun setelah kuterawang
lebih jelas, mobil itu hampir sama dengan mobil yang biasa kukendarai kemanapun
aku pergi. Mobil itu berwarna dasar putih, sama seperti kepunyaanku. Hanya saja
mobil itu memiliki bercak-bercak coklat bekas cipratan lumpur dan ada sedikit
bercak-bercak berwarna merah gelap hampir serupa dengan bekas darah yang telah
mengering. Namun segera ku hilangkan pikiran itu karena aku sudah sampai di
tempat tujuan.
Aku pun melompat dari angkot gila itu. “ Emang sopir angkot edaaan, gak lulus
ujian SIM kali ya”, celotehku sambil membersihkan rok abu-abuku yang sedikit
kotor gara-gara aku terjatuh pada saat turun dari angkot. Habisnya aku sudah
bilang buat berhenti, tapi sopirnya tetep aja kenceng, akhirnya aku lompat deh.
Tapi ada untungnya juga, aku jadi gak usah bayar.Hehehehehe….:-)
Gerbang putih yang sudah kusam itu terkunci dengan gembok berukuran sedang.
“Tumben-tumbennya ne pager digembok. Apa Rizal lagi pergi kali ya?!?! Tapi kok
gak sms aku sih?”, bisikku dalam hati. Aah ya sudah, lebih baik aku pulang ke
rumah. “Mungkin jalan kaki lebih baik”, pikirku sambil bebalik meninggalkan
rumah Rizal yang terlihat sepi.
***
Langkah menuju rumah pun udah gak seberapa jauh, kira-kira delapan rumah
lagilah aku bisa sampai di depan rumah. Kupercepat langkahku karena aku sudah
tak sabar untuk sampai di rumah. Tubuh yang sudah penuh dengan keringat serta
tenggorokan yang mulai membutuhkan cairan pun semakin tak sabar untuk segera
melepas semua kostum pelajarku dan mengisi mulutku dengan air putih yang segar.
Namun kecepatan langkahku semakin berkurang. Kulihat banyak mobil dan sepeda
motor yang terpakir tidak beraturan di pinggir jalan depan rumah.” Ada apa
ya?”, tanyaku heran.
Entah kenapa hatiku serasa dag..dig..dug..saat aku melihat bendera putih
berpalang hitam berkibar di atas pagar rumahku. Namun langkahku pun semakin
cepat hingga kakiku telah melangkah masuk ke dalam pagar dan melihat banyak
orang berkumpul di rumahku. “ Ada apa ini?”, tanyaku dengan perasaan yang tak
karuan sambil melihat sekelilingku. Semua wajah hanya kaku tanpa ekspresi yang
menunjukkan senyum yang berarti. Justru ekspresi sedih yang hanya ditampakkan.
Kulihat Rani dan hampir semua temanku ada di sisi samping halaman rumahku.
Kuhampiri mereka. “ Ran, ada apa ini? Siapa yang meninggal?”, tak ada jawaban
sepatah katapun dari bibirnya yang tertutup rapat dengan wajah yang ditundukkan
ke bawah.” Raaann..Kamu jawab dong..”,pintaku dengan mata yang mulai panas,
entah karena apa.
Kupejamkan mataku sesaat untuk menetralkan keadaan mataku. Saat ku buka mataku
kembali, kulihat Rizal duduk di sudut belakang halaman rumahku. Terlihat dari
jauh bahwa ia sangat sedih. Kuhampiri Rizal dan semakin jelas di mataku
bagaimana keadaan Rizal saat ini. Mata yang memiliki bulu mata yang lentik
itupun mengeluarkan air matanya dengan deras hingga pipinya yang menggemaskan
itu basah. Akupun merasa mataku kembali merasa panas karena melihat Rizal
dengan keadaan seperti ini. Segera kuletakkan tas dan mapku disamping pot bunga
bougenvil dan aku segera duduk disampingnya. “ Sayang, kenapa kamu nangis?”,
tanyaku dengan suara yang agak sedikit bergetar. Tak ada jawaban sedikitpun
dari bibirnya justru tangisnya yang semakin menderu.”Sayang..ada apa ini? Jawab
dong, jangan bikin aku penasaran.”, tanyaku lagi dengan mata yang udah
meneteskan air mata tanpa bias kubendung lagi dan ku sentuh tangan Rizal.
Tapiii..
“ Tuhan, kenapa aku? Di mana ragaku? Kenapa aku gak bias menyetuhnya.”,
rintihku sambil berdiri, kutinggalkan Rizal sendiri dan berjalan ke dalam
rumah. Terlihat Papa sedang memeluk mama yang ternyata sejak tadi sudah
menangis dan sesekali kulihat juga jatuh pingsan. Kulihat disisi kiri ruang
tamu dan ternyata ada sesosok tubuh kaku berselimutkan kain putih, gadis yang
malang. Tak lain itu adalah tubuhku. Ragaku telah mati dan jiwaku tak dapat
lagi menghidupkannya. Kuhampiri ragaku dan tersungkur aku disisinya. “ Kini,
aku tak lagi bisa membahagiakan papa sama mama. Aku tak lagi bisa mewujudkan mimpiku
untuk menikah dan mendampingi Rizal serta menjadi ibu yang baik bagi
anak-anakku. Tuhan mengapa ini terjadi?”, tangisku membahana seluruh alam yang
tak tahu harus kunamakan alam apa.
***
Teringat kejadian tadi pagi. Pagi-pagi benar sekitar pukul 04.00, aku bangun
dan segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah
itu, segera ku berganti pakaian dengan t-shirt bergambar Donal Bebek, tokoh
kartun kesayanganku dan celana selutut berwarna hitam. Tak lupa kukenakan
sepatu olahragaku yang berwarna putih bervariasi dengan warna biru laut.
Tepat pukul 04.30, aku segera menuju garasi dan segera menghidupkan mobil jazz
putihku dan pergi ke rumah Rizal. Pagi ini, aku memang punya janji untuk
berolahraga pagi ke alun-alun kota, seperti hari-hari biasanya. Tak tahu kenapa
ada sesuatu yang aneh terjadi pada mobil yang kukendarai ini. Dan setelah
kusadari ternyata rem mobil’lu blong. Akupun panik, aku tak tahu harus
bertindak apa?
“ Tuhan, tolong aku!!!!”, jeritku dalam kekalutanku di dalm mobil.
Namun dari arah berlawanan, kulihat sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi,
akupun tak bisa menghindarinya. Akupun tertabrak. Entah bagaimana keadaanku
selanjutnya. Yang kutahu, kini aku telah pergi untuk selama-lamanya. Meski aku
telah tiada di dunia, tapi aku percaya. Aku akan tetap hidup di hati keluargaku
dan di hati Rizal.
SELAMAT TINGGAL…